Ketentuan Baru Proses Pengadaan Tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2023
Oleh Inka Aita Putri / 12 Februari 2024

Dapatkan pemahaman menyeluruh tentang ketentuan baru pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2023.
Poin Penting
Permohonan perpanjangan penetapan lokasi juga tidak lagi memerlukan syarat (i) konfirmasi kegiatan pemanfaatan ruang (KKPR), (ii) pertimbangan teknis pertanahan, (iii) analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), (iv) penggunaan tanah di luar kawasan hutan dan kawasan pertambangan, dan (v) penggunaan tanah di luar kawasan gambut/sempadan pantai.
Penilai pertanahan terdiri dari Penilai Publik dan Penilai Pemerintah.
Pihak yang berhak dianggap menolak bentuk dan/atau besaran ganti kerugian apabila tidak hadir pada saat pemberian ganti kerugian, dengan ketentuan telah diundang secara patut sebanyak 3 kali.
Kepala Kantor Pertanahan dapat menerbitkan surat pengantar untuk mengambil ganti kerugian yang dikonsinyasi di pengadilan negeri, jika Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah telah berganti.
Pendahuluan
Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah untuk pembangunan kepentingan umum, dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak (“Pengadaan Tanah”).
Dalam artikel sebelumnya, telah dibahas mengenai perubahan-perubahan kunci pengadaan tanah berdasarkan UU Cipta Kerja. Sedangkan, dalam artikel ini, IGNOS membahas mengenai ketentuan baru mengenai proses Pengadaan Tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2021 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum (“PP 39/2023”), sebagai peraturan pelaksana dari UU Pengadaan Tanah.
Ketentuan Baru berdasarkan PP 39/2023
1. Penegasan mengenai substansi dari penetapan lokasi.
Dalam UU Pengadaan Tanah, terdapat lima syarat yang tidak lagi diperlukan setelah diterbitkannya penetapan lokasi oleh Kepala Daerah, yaitu:
a. konfirmasi kegiatan pemanfaatan ruang (KKPR);
b. pertimbangan teknis pertanahan;
c. analisis mengenai dampak lingkungan;
d. penggunaan tanah di luar kawasan hutan dan kawasan pertambangan; dan
e. penggunaan tanah di luar kawasan gambut/sempadan pantai.
PP 39/2023 juga mengatur bahwa syarat-syarat tersebut juga tidak diperlukan dalam permohonan perpanjangan penetapan lokasi.
2. Penilai Pemerintah.
Sebelumnya, pihak yang berwenang untuk melakukan penilaian nilai ganti kerugian adalah Penilai Publik sebagai penilai pertanahan. Kini, PP 39/2023 membedakan penilai pertanahan menjadi Penilai Publik dan Penilai Pemerintah. Penilai Publik adalah orang perseorangan swasta yang memiliki izin praktik penilaian dari Menteri Keuangan. Sedangkan, Penilai Pemerintah adalah pegawai negeri sipil yang memiliki tugas untuk melakukan penilaian.
3. PP 39/2023 juga mengatur bahwa apabila pihak yang berhak tidak hadir pada saat pemberian ganti kerugian meskipun telah diundang secara patut sebanyak 3 kali, maka pihak yang berhak tersebut dianggap menolak bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian.
4. Pengambilan Ganti Kerugian di Pengadilan Negeri.
Pengambilan ganti rugi yang dikonsinyasi harus disertai dengan surat pengantar dari Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah. Dalam praktiknya, pihak yang berhak akan sulit memenuhi persyaratan tersebut apabila pejabat yang menjadi Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah telah berganti.
Berdasarkan PP 39/2023, jika pejabat yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah telah berganti, maka Kepala Kantor Pertanahan dapat menerbitkan surat pengantar tersebut.