Hak Pemakai Terdahulu dalam Hukum Paten di Indonesia: Antara Pengakuan dan Pembatasan
Oleh Ivor Ignasio Pasaribu & Almira Nurul Fathia / 17 Juni 2025

Dapatkan pemahaman mengenai hak dan pembatasan Pemegang Terdahulu dalam paten berdasarkan Peraturan Menteri Hukum No. 1 Tahun 2025.
Poin Penting
- Pihak yang telah terlebih dahulu melaksanakan suatu invensi, yang disebut sebagai ‘Pemakai Terdahulu’, tetap diberikan hak untuk melanjutkan pelaksanaan invensi tersebut, meskipun paten atas invensi yang sama kemudian diberikan kepada pihak lain.
- Status sebagai Pemakai Terdahulu tidak diberikan secara otomatis, tetapi harus dimohonkan kepada Menteri Hukum untuk memperoleh surat keterangan resmi sebagai bentuk pengakuan.
- Perlindungan hanya diberikan kepada Pemakai Terdahulu yang beritikad baik, yang melaksanakan invensinya secara mandiri tanpa mengandalkan informasi dari permohonan paten pihak lain.
- Hak Pemakai Terdahulu bersifat terbatas, tidak dapat dialihkan kecuali melalui pewarisan, hanya berlaku selama masa perlindungan paten masih berlangsung, dan tidak bersifat eksklusif sehingga tidak dapat digunakan untuk melarang pihak lain dalam melaksanakan invensi tersebut.
- Pemegang paten atau kuasanya berhak menyampaikan pandangan dan/atau keberatan secara tertulis terhadap permohonan Pemakai Terdahulu, yang akan dipertimbangkan oleh tim pemeriksa dalam pemeriksaan substantif.
- Surat keterangan Pemakai Terdahulu tidak dapat dijadikan dasar untuk penghapusan paten.
Latar Belakang
Dalam sistem paten, dikenal prinsip bahwa pihak yang telah terlebih dahulu melaksanakan suatu invensi tetap berhak untuk terus menggunakan invensi tersebut, sekalipun atas invensi yang sama kemudian diberikan paten kepada pihak lain. Prinsip ini dikenal sebagai hak pemakai terdahulu (prior user right). Ketentuan mengenai pemakai terdahulu tersebut telah diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten, sebagaimana diubah terakhir berdasarkan Undang-Undang No. 65 Tahun 2024 (“UU Paten”).
UU Paten menghendaki agar ketentuan pemakai terdahulu tersebut diatur dalam suatu peraturan Menteri Hukum. Delapan tahun sejak diundangkannya UU Paten, Menteri Hukum akhirnya menerbitkan peraturan pelaksanaan mengenai pemakai terdahulu melalui Peraturan Menteri Hukum No. 1 Tahun 2025 tentang Pemakai Terdahulu (“Permenkum 1/2025”).
Pengertian Pemakai Terdahulu
Permenkum 1/2025 memberikan definisi eksplisit mengenai pemakai terdahulu, yang sebelumnya tidak secara tegas diberikan dalam UU Paten. Permenkum 1/2025 mendefinisikan pemakai terdahulu sebagai pihak yang melaksanakan invensi terlebih dahulu sebelum invensi yang sama diajukan permohonan paten (“Pemakai Terdahulu”).
Perlu dicermati bahwa pengakuan sebagai Pemakai Terdahulu tidak bersifat otomatis. Pihak yang mengklaim sebagai Pemakai Terdahulu wajib mengajukan permohonan kepada Menteri Hukum melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (“DJKI”). Apabila permohonan disetujui, pengakuan diberikan dalam bentuk surat keterangan Pemakai Terdahulu, yang memiliki kekuatan administratif sebagai bukti pelindungan atas pelaksanaan invensi tersebut.
Hak Pemakai Terdahulu
Pemakai Terdahulu diberikan hak untuk melanjutkan pelaksanaan invensinya, meskipun invensi yang sama kemudian diberikan paten kepada pihak lain. Namun demikian, hak tersebut tidak berlaku apabila pelaksanaan invensi oleh Pemakai Terdahulu didasarkan pada pengetahuan yang diperoleh dari uraian, gambar, contoh, atau klaim dalam permohonan paten pihak lain.
UU Paten menjelaskan bahwa pelindungan hanya diberikan kepada Pemakai Terdahulu yang bertindak dengan itikad baik, namun ia tidak mengajukan permohonan paten atas invensi tersebut. Invensi tersebut haruslah benar-benar merupakan hasil kegiatan yang dilakukan dengan iktikad baik oleh Pemakai Terdahulu tersebut. Ini menunjukkan bahwa invensi yang dilaksanakan oleh Pemakai Terdahulu tersebut harus diperolehnya secara mandiri tanpa adanya informasi dari permohonan paten yang diajukan oleh pihak lain.
Lebih lanjut, hak Pemakai Terdahulu bersifat terbatas. Dalam UU Paten, hak tersebut hanya mencakup pelaksanaan invensi oleh Pemakai Terdahulu sendiri, dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, baik melalui lisensi maupun bentuk pengalihan hak lainnya. Pengecualian hanya diberikan jika pengalihan dilakukan melalui pewarisan. Hal ini mengartikan bahwa pengalihan tersebut hanya dimungkinkan jika Pemakai Terdahulu adalah orang perorangan, karena dalam hukum perdata, pewarisan hanya dapat dilakukan oleh orang perorangan dan tidak berlaku bagi badan hukum.
Selain itu, hak Pemakai Terdahulu juga bersifat temporal, karena hanya berlaku selama masa perlindungan paten atas invensi yang sama masih terlindungi. Dengan berakhirnya jangka waktu paten, berakhir pula hak Pemakai Terdahulu. Perlu digarisbawahi, bahwa hak Pemakai Terdahulu bukan hak eksklusif sebagaimana hak paten. Sehingga, Pemakai Terdahulu tidak memiliki kewenangan untuk melarang pihak lain dalam melaksanakan invensi tersebut.
Permohonan Pemakai Terdahulu
Ketentuan mengenai permohonan Pemakai Terdahulu diatur secara detail dalam Permenkum 1/2025. Permohonan untuk memperoleh pengakuan sebagai Pemakai Terdahulu diajukan dalam bahasa Indonesia kepada Menteri Hukum, baik secara langsung oleh pemohon maupun melalui Konsultan Kekayaan Intelektual selaku kuasa. Permohonan tersebut dapat disampaikan secara elektronik melalui laman resmi DJKI, atau secara non-elektronik dalam bentuk tertulis.
Perlu dicermati bahwa setiap permohonan hanya dapat diajukan untuk satu invensi. Untuk memastikan keseragaman dan kelengkapan informasi dalam pengajuan permohonan, Menteri Hukum telah menetapkan format formulir permohonan yang wajib digunakan oleh para pemohon, yang berisi informasi, antara lain (i) nama lengkap, alamat jelas, dan kewarganegaraan pemohon; (ii) nama lengkap dan alamat Konsultan Kekayaan Intelektual, jika permohonan diajukan melalui kuasa; (iii) judul invensi; dan (iv) nomor paten dan nomor klaim yang invensinya dinyatakan sama dengan invensi yang dimintakan surat keterangan Pemakai Terdahulu.
Selain itu, dalam mengajukan permohonan sebagai Pemakai Terdahulu, pemohon wajib melampirkan dokumen persyaratan sebagai berikut:
- bukti pembayaran biaya permohonan;
- surat kuasa, dalam hal permohonan diajukan melalui Konsultan Kekayaan Intelektual;
- uraian mengenai invensi yang telah dilaksanakan oleh Pemohon;
- gambar yang berkaitan dengan invensi yang dimohonkan (jika ada);
- penjelasan mengenai kegiatan pelaksanaan invensi yang telah dilakukan oleh Pemohon;
- bukti bahwa invensi tersebut telah dilaksanakan di wilayah Indonesia sebelum tanggal penerimaan permohonan paten atas invensi yang sama oleh pihak lain;
- surat pernyataan yang menyatakan bahwa pelaksanaan invensi tersebut tidak bersumber dari pengetahuan yang diperoleh melalui uraian, gambar, contoh, atau klaim dalam permohonan paten pihak lain yang menjadi dasar pengajuan pengakuan sebagai Pemakai Terdahulu;
- bukti bahwa invensi yang dimohonkan pengakuannya memiliki kesamaan dengan invensi yang dilindungi paten.
Pemeriksaan Permohonan Pemakai Terdahulu
Pemeriksaan Permohonan dilakukan oleh Menteri Hukum melalui DJKI. Pemeriksaan tersebut dilakukan dalam dua tahapan, yaitu pemeriksaan administratif, dan pemeriksaan substantif.
Pertama, tahapan pemeriksaan administratif. Pemeriksaan administratif dilakukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal pengajuan. Jika ditemukan kekurangan dokumen, pemohon atau kuasanya akan diberitahu secara tertulis dan diberi waktu 30 (tiga puluh) hari untuk melengkapinya. Apabila kekurangan tidak dilengkapi dalam jangka waktu tersebut, permohonan akan dianggap ditarik kembali. Meskipun demikian, pemohon masih dapat mengajukan kelengkapan dokumen dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat pemberitahuan mengenai dianggap ditarik kembalinya permohonan tersebut. Periode ini dapat dipahami sebagai bentuk kesempatan perbaikan lanjutan sebelum hak mengajukan permohonan dinyatakan gugur. Jika tidak juga dilengkapi oleh pemohon selama masa perbaikan lanjutan tersebut, permohonan tidak dapat dilanjutkan, dan hak pemohon untuk mengajukan permohonan sebagai Pemakai Terdahulu atas invensi yang sama dianggap gugur. Sebaliknya, jika seluruh persyaratan administratif telah dipenuhi, DJKI akan menetapkan tanggal penerimaan permohonan, memberitahukannya secara tertulis kepada pemohon atau kuasanya, dan melanjutkan ke tahap pemeriksaan substantif.
Kedua, tahapan pemeriksaan substantif. Setelah permohonan dinyatakan lengkap secara administratif, tim pemeriksa yang dibentuk oleh DJKI akan melakukan pemeriksaan substantif. Tim ini dibentuk paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal penerimaan permohonan. Tim pemeriksa bertugas untuk memeriksa apakah:
- invensi yang dimohonkan pengakuannya telah dilaksanakan di Indonesia sebelum tanggal penerimaan permohonan paten oleh pihak lain;
- pelaksanaan invensi tidak didasarkan pada pengetahuan yang diperoleh dari uraian, gambar, contoh, atau klaim dalam permohonan paten pihak lain; dan
- invensi yang dilaksanakan oleh pemohon memiliki kesamaan dengan invensi yang telah dipatenkan.
Tim tersebut juga berwenang meminta bukti tambahan dan/atau melakukan pemeriksaan lapangan. Pemeriksaan bukti dilakukan dalam jangka waktu paling lama 70 (tujuh puluh) hari sejak tim pemeriksa dibentuk. Selama jangka waktu tersebut, tim wajib memberitahukan kepada pemegang paten atau kuasanya mengenai adanya permohonan pengakuan sebagai Pemakai Terdahulu. Pemegang paten atau kuasanya berhak menyampaikan pandangan dan/atau keberatan secara tertulis, untuk dipertimbangkan oleh tim dalam pemeriksaan substantif.
Keputusan Persetujuan atau Penolakan Permohonan
Keputusan untuk menyetujui atau menolak permohonan pengakuan sebagai Pemakai Terdahulu ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak tanggal penerimaan permohonan. Keputusan tersebut diberikan oleh Menteri Hukum melalui DJKI, yang akan disampaikan secara tertulis kepada pemohon atau kuasanya dan dicatat dalam daftar Pemakai Terdahulu. Apabila permohonan disetujui, surat keterangan Pemakai Terdahulu diterbitkan paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal penyampaian keputusan. Sebaliknya, apabila permohonan ditolak, surat pemberitahuan penolakan beserta alasannya disampaikan dalam jangka waktu yang sama.
Permenkum 1/2025 secara tegas mengatur bahwa surat keterangan Pemakai Terdahulu tidak dapat dijadikan dasar untuk penghapusan paten. Ketentuan ini sebelumnya tidak ditemukan dalam UU Paten. Hal tersebut mencerminkan bahwa pengakuan yang diberikan oleh pemerintah melalui surat keterangan Pemakai Terdahulu tidak dimaksudkan untuk meniadakan atau menyanggah keabsahan paten yang telah diberikan secara sah kepada pihak lain. Pengaturan ini memiliki nilai penting dalam menjaga kepastian hukum dalam sistem paten, mengingat penghapusan atau pembatalan paten memiliki mekanisme tersendiri yang telah diatur secara khusus dalam UU Paten.